SETELAH MEMBACA, JANGAN LUPA BERKOMENTAR DAN FOLLOW

Minggu, 03 Mei 2015

Menantimu..

Hai Kasih..
Apa yang sedang kau lakukan?
Kini, aku tak ingin menjejalkan keluh di telingamu, aku pun tak kuasa meratap di depan wajahmu.  Tak ingin pula aku menambah kerut di alis dahimu. Ku rasa, pikulan dipundakmu semakin berat, sungguh aku dapat merasakannya. Kau tahu, terlintas di benakku bahwa dadamu semakin merunduk karena adanya insan  ini. insan yang berlumur kesalahan dan tak tahu malu. Ya, seharusnya aku malu pada dirimu. Dirimu yang penuh ketulusan dan kebaikan.
Banyak hal yang ingin ku katakan, tapi aku tak mampu berkelut lidah, beradu pandang serta merasakan hangatnya kehadiranmu. Untuk itulah kubuat barisan kalimat ini, agar kau dapat membacanya sepanjang waktu. Lewat ukiran kata inilah, aku ingin kau tahu bahwa di sini aku tak lelah menunggu.
Kasih.. Aku masih mengingat kapan terakhir kali kita berbicara. Persisnya berbicara tentang aku dan kamu. Sayangnya, aku tak dapat mengingat kapan terakhir kali kita berencana meluangkan waktu untuk bertemu. Telah lama kah itu? Entahlah, aku tak dapat menjawabnya. Yang aku pahami, sekarang kita tenggelam dalam kesibukan.
Bagaimana kegiatanmu hari ini? Apakah berat? Apakah kau mempunyai pengalaman baru yang ingin kau ceritakan? Atau kau bertemu rekan-rekan yang luar biasa? Ayolah.. aku ingin mempunyai sejuta alasan agar kita dapat berkomunikasi dua arah. Ya, akhir-akhir ini aku kehilangan sedikit rekam sejarah darimu. Lucu rasanya, ketika jalin kita telah berjalan bertahun-tahun, namun justru memudar sedemikian rupa, laksana warna pakaian telah lama dijemur. Kasihku, aku ingatkan lagi bahwa aku tak lelah menunggu.
Pikirku, kita tak lebihnya remaja yang baru saja bertukar nomor telpon. Grogi, canggung, malu, dan hanya melontarkan kata ala kadarnya untuk menciptakan suasana. Sejenak teringat, kabar yang kita tukar tak jauh-jauh dari ucapan selamat pagi, selamat makan dan selamat tidur. Apakah mungkin jalinan tahunan ini terasa bosan? Apa yang harus kulakukan jika kau merasa bosan.
Kasih.. Aku bertanya lagi. Apakah ini sebuah jarak? Jika iya, kapan tepatnya kita memulai jarak ini? Aku bertanya padamu karena aku tak dapat mengingatnya. Mengapa waktu yang kita tekuni semakin tipis? Mungkin karena kita melakoni aktivitas yang semakin egois. Sekarang ini, tak ada waktu aku dan kamu lagi.
Jarang sekali kita bertukar pikiran. Sang waktu tak pernah memperbolehkan kita untuk bercakap tanpa batas. Ketika menemui hari libur, aku yakin kau sama halnya denganku, pasti lebih memilih selimut dan bantal untuk menanggung beban yang dirasakan sepanjang aktivitas. Berjanji bahwa esok hari akan menumpahkan segala cerita. Namun, esok paginya, selalu saja, segalanya tertelan mentah-mentah karena kita terbangun dalam keadaan lupa. Hanya mimpi yang cukup indah yang berhasil tertinggal di kepala.
Kita menganggap semuanya baik-baik saja. Toh ini untuk kepentingan masa depan bersama. Kalimat itulah yang kujadikan pil penenang dan pereda rasa sakit saat aku mengingat kerapuhan perasaan ini. Namun, kemudian, tahukah kau kasih? Terlalu lama berjeda tanpa disadari kita menggali lubang menganga. Membuat jalinannya tak lagi nyaman, karena kita semakin jauh tertelan kesibukan dan tak sanggup lagi menghirup udara di permukaan.
Akibatnya, tanpa sebab yang jelas kita sering beradu pendapat. Mudah sekali untuk naik pitam, dan terlalu mudah pula memaafkan tanpa ada solusi yang pasti. Begitu berlanjut hingga tak terhitung ulangannya. Tahukah kau bahwa ada sebuah fakta, semakin lama, percikan api yang menjilat akan sebesar naga jika kau tak berusaha memadamkannya.
Memang jarak dan waktu yang sekali lagi memisahkan. Kurangnya komunikasi dan padatnya jam terbang pun mendukung retaknya jalinan ini. Alih-alih saling menuding siapa yang paling sibuk dan tak punya waktu, semestinya kita menanggapi segalanya secara bijaksana. Mengempiskan ego dan mengusahakan untuk saling ada adalah jalan yang sebenar-benarnya, mengingat bahwa ini merupakan perjuangan berdua.
Benar adanya, aku sangat mengagumi sosokmu. yang dapat menerimaku hingga detik ini. pernahkah aku melontarkan pujian padamu? Jika tak pernah, itulah pujianku saat ini. Kasih, maukah kau untuk menekuni jalinan kita kembali? Supaya jalan kita tetap bersisian, pondasi memang harus giat kita susun dari sekarang.
Sepertinya kita harus mulai merombak tatanan demi kebaikan. Ya, aku tahu gelombang aktivitas yang menuntut kerja keras dan sedang menghisap kita ini memang demi menjamin kehidupan di masa depan. Namun, kau dan aku tentu tak boleh lupa bahwa kita merupakan unsur penting di dalam cerita asmara ini. Kitalah tokoh utama yang melakoni cerita, tak ada kita maka kisah ini tak pernah ada dan masa depan berdua tak akan terpeta.

Tertanda,
Kasihmu yang selalu menunggu



Read MoreMenantimu..

Rabu, 25 Juni 2014

Berakhir Abadi

          Petunia Fatmarrasyid
  
          Assalamualaikum Wr Wb

          Apa kabarmu nak? Bagaimana pula kabar ayahmu? Semoga baik-baik saja. Ini ibumu, Fatimah, yang ingin memastikan bahwa kamu baik-baik saja.
          
          Hanya maaf yang ingin ku ucap, aku menyesal telah pergi begitu saja dari hadapanmu. Ibu tahu, bilasaja aku hadir, engkau takkan mengenali wajah ini. Mungkin juga kau menganggapku wanita paling menyedihkan yang pernah kau temui. Sekali lagi, maafkan ibu. Nia, aku selalu menyempatkan diri untuk berlalu di depan rumah. hanya saja, bersembunyi adalah perbuatan yang benar ketika melihat ayahmu. Aku tak mau memancing kemarahannya lagi. kau sendiri telah memahami bagaimana bencinya ia terhadapku.
          
          Nak, jika kau tak mau memaafkan ibu, setidaknya sampaikanlah permintaan maaf ini kepada ayah. Semoga, sedikit harapan itu tetap ada. Baik-baiklah di sana dan jadilah orang yang berguna untuk semua orang, jangan sampai kau berakhir sepertiku

          Wassalamualaikum Wr Wb

Salam sayang,
       Ibumu




     Bagaimana rasanya? Tak pernah terbayang olehku. Lahir tak sempurna, berdiri tanpa saudara, berada di antara kesusahan, serta tanpa mengenal sosok bunda. Terkadang aku marah terhadap Tuhan. Peran yang ku dapatkan dalam opera ini tak pernah sama dengan keinginan. Namun Bapak berbeda, ia tak pernah menampakkan kejengkelannya kepada Maha Pencipta. Atau mungkin, ia mampu menghapus pikiran itu dari benaknya.
    Pulang dengan wajah lusuh dan berpeluh, serta garis-garis halus yang memperjelas kehidupan. Kerap kali ia mengucap, “Nia, kita akan menggapai kebahagiaan itu. Sedikit lagi kita sampai”. Kalimat yang berkali-kali ia katakan, dan aku tak pernah mengerti apa maknanya.

     Kini usiaku mendekat ke arah 15 Tahun, aku rindu hadir di sekolah. Namun sayangnya, mereka menyediakan bangku bagi siswa cacat sepertiku. Mereka bilang, “Seharusnya kau bersekolah di sekolah khusus penyandang cacat, bukan di sini”. Kasihan bapak, ia tak akan mampu membayar uang sekolahku jika kami mengikuti saran itu. Kini, yang perlu ku lakukan adalah bersabar untuk keseribu kalinya.
     Keinginanku yang lain ialah bertemu ibu. Kata tetangga, ibuku orang baik. Hanya saja, ibu tak sanggup menyusuri derasnya cobaan. Lalu ia berniat menggugurkan bayinya. Ibu tak ingin darah dagingnya merasakan penderitaan ini. Namun Bapak terlanjur marah besar terhadapnya. Dan memutuskan untuk membencinya disepanjang usia. Sesungguhnya, siapa yang lebih bernasib malang? Aku, ibu atau bapak?


*****
     Aku terbangun dan menatap langit-langit yang tak biasa. Langit-langit yang belum pernah ku pandang selama ini. Dan aku sadar bahwa tempatku berbaring bukanlah rumah. Sejauh mata memandang, yang kulihat hanya instrumen-instrumen asing, dan tak satupun aku mengenal orang-orang ini.
     Salah satu dari mereka berkata, “Kamu harus banyak istirahat sayang, kami tak ingin kejadian semalam terulang lagi. Pikirkanlah apa yang menyenangkan bagimu, jangan lagi terpuruk karena keadaan. Dan satu lagi, Bapakmu akan segera kembali. Jangan kau khawatirkan”. Ia berlalu dengan kawan-kawan yang lain sambil mempercakapkan sesuatu yang tak terdengar jelas oleh telingaku.
     Terakhir yang kudengar, derap langkah mendekat. Sepertinya aku mengenal langkah itu, langkah yang tak asing untukku. Aku ingin berdiri, namun raga ini tak menyanggupi. Lalu pintu itu terbuka, ya, benar, itu adalah Bapak. Namun kali ini aku tak memandangnya sedang sendiri. Di belakangnya ada seorang perempuan yang kira-kira berusia 3 tahun lebih muda dari Bapak. Perempuan itu mendekatiku, mendekapku erat, dan menangis. Setelah kejadian itu, aku tak pernah mengingat apapun.
Read MoreBerakhir Abadi

Minggu, 16 Maret 2014

Sebuah Cerita Penuh Luka

Dengan penuh beban pikiran dia berjalan menuju jendela dan menyentuh permukaannya. Di hatinya hanya terpikir. ‘Kapan aku sembuh dari sakit ini?’.
Seumur hidup, tak pernah terbayang cobaan ini hadir menghiasi langkah. Memberi sedikit kekecewaan dan segores warna suram. “Karena nila setitik, rusak susu sebelanga”, begitu ucapnya kesal. Tak bisa kejernihan itu hadir kembali. Tak bisa berpikir logis seperti dulu lagi. Pikirannya kacau bagai diobrak-abrik cakar ayam.
Sadarkah, semua ini menjadi beban berat baginya, apalagi, sebelumnya dia seorang periang tanpa perasa pahit disenyumnya. Mungkin memang saatnya masa-masa kelam direngkuh. Raganya boleh tercipta untuk kesedihan dan kepedihan. Tapi jiwanya, tak akan ditakdirkan untuk menangis. Perih, bahkan penyesalan.
Beberapa nasihat telah ia dapatkan,
“Lakukan saja apa yang seharusnya kamu lakukan, dan jangan lupa berdoa karena sesungguhnya Allah Maha Penolong. Dan bukannya semakin kuat seseorang, semakin berat pula cobaannya?”
“Sudahlah, istigfar. Sesungguhnya keputusasaan hanya akan menambah masalah.”
“Kamu diberi cobaan seperti ini karena Allah tahu kamu berada di lingkungan yang tepat. Di lingkungan yang penuh dengan orang-orang seindah malaikat.”
“Sabarlah, ini bukan akhir segalanya. Setidaknya kamu bisa berjanji lebih baik dari yang lain jika tak bisa berjanji untuk sembuh.”
“Aku tahu aku tahu, kamu pasti merasakan lebih parah dari aku. Tapi jangan coba sekali-kali bilang menyerah. Aku masih ada di sampingmu. Aku janji akan selalu ada untukmu.”
“Hei, jangan sedih berlarut-larut. Tidak ada gunanya, toh masalahmu tak dapat selesai dengan menangis. Mending kamu senyum. Aku rindu senyummu yang dulu selalu ada.”
Dia hanya terdiam mendengar semua celotehan itu. Sepertinya, hanya hembus angin yang sanggup mengerti kembang kempis nafasnya. Suasana beberapa hari ini sangat berbeda. Aura wajahnya tak lagi dihiasi senyum, namun dibangun dengan dua anak sungai yang menutupi tawanya. Dia sakit, dia menginginkan kesembuhan. Hanya terdengar nada penyesalan dan amarah dari indera pengecapnya itu.
“Ya Tuhan, apa salah dan dosanya? Apakah ia manusia yang sangat buruk hingga seluruh masalah seakan Kau tumpahkan padanya? Apakah ia insanMu yang begitu kuat hingga Kau anugerahkan ujian seindah jagad rayamu ini? Apa Kau terlanjur memilih dan menyayanginya hingga Kau selalu ingin merebut perhatiannya agar ia tak lupa padamu?
Hanya Engkau yang tahu.

(Peduli Kanker Indonesia)

Oleh : Nuroida Ulfa Khusnul Fatimah
Read MoreSebuah Cerita Penuh Luka

Bersama Mereka





Oleh : Nuroida Ulfa Khusnul Fatimah
Read MoreBersama Mereka

LIRIK MINE - PETRA SIHOMBING ft. BEN SIHOMBING

Girl your heart, girl your face
is so different from them others
I say, you're the only one that I'll adore

Cos everytime you're by my side
My blood rushes through my veins
And my geeky face, blushed so silly oo yeah, oyeah

And I want to make you mine

Reff :
Oh baby I'll take you to the sky
Forever you and I, you and I
And we'll be together till we die
Our love will last forever
and forever you'll be mine, you'll be mine

Girl your smile  and your charm
Lingers always on my mind
I'll say, you're the only
one that I've waited for
Read MoreLIRIK MINE - PETRA SIHOMBING ft. BEN SIHOMBING

Sabtu, 15 Maret 2014

MAHASISWA HARUS TETAP BERGERAK

Pembangunan pendidikan di Indonesia telah menunjukkan keberhasilan yang cukup besar. Wajib Belajar 6 tahun, yang didukung pembangunan infrastruktur sekolah dan diteruskan dengan Wajib Belajar 9 tahun adalah program sektor pendidikan yang diakui cukup sukses. Menurut Badan Pusat Statistik, partisipasi sekolah dasar meningkat dari 41 persen pada tahun 1968 menjadi 94 persen pada tahun 1996, sedangkan partisipasi sekolah tingkat SMP meningkat dari 62 persen tahun 1993 menjadi 80 persen tahun 2002
Tetapi dibalik keberhasilan program-program tersebut, terdapat berbagai fenomena dalam sektor pendidikan. Kasus tinggal kelas, terlambat masuk sekolah dasar dan ketidakmampuan untuk meneruskan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi merupakan hal yang cukup banyak menjadi sorotan di dunia pendidikan. Kasus putus sekolah yang juga banyak terjadi terutama di daerah pedesaan menunjukkan bahwa pendidikan belum banyak menjadi prioritas bagi orang tua. Rendahnya prioritas tersebut antara lain dipicu oleh akses masyarakat terhadap pendidikan yang masih relatif kecil, terutama bagi keluarga miskin yang tidak mampu membiayai anak mereka untuk meneruskan sekolah ke jenjang lebih tinggi. 
Selain itu, ujian akhir sekolah dianggap tidak dapat menjadi ukuran kemampuan murid. Tak dapat dipungkiri, soal ujian marak dijual. Dan tak jarang, para penjualnya merupakan orang dalam, yang katanya sih oknum terpercaya yang telah dikarantina secara ketat oleh pemerintah. Tapi kan mereka juga manusia?? BUTUH DUIT.  Percuma saja diadakan ujian nasional, jika ujung-ujungnya CURANG.
Bahkan, Menurut Education For All Global Monitoring Report 2013 yang dikeluarkan oleh UNESCO setiap tahunnya, pendidikan Indonesia berada di peringkat ke-64 untuk pendidikan di seluruh dunia dari 120 negara. Sebuah prestasi atau ironisasi?? Peringkat kok 64 Besar??
Ada lagi, terdapat lebih dari 1,8 juta anak tiap tahun tidak dapat melanjutkan pendidikan, disebabkan oleh tiga faktor, yaitu ekonomi, kerja usia dini untuk mendukung keluarga dan pernikahan di usia dini. Parahnya, masih ada beberapa rakyat yang buta huruf. Apa hanya ini fakta pendidikan Indonesia?? Sebenarnya tidak, sembunyikan saja dalam benak masing-masing, jangan terlalu mempermalukan Indonesia. Toh, ini negaramu juga.

Ganti halaman, ganti topik juga ya..
Sekarang mari kita tengok perihal Ekonomi. Masalah ekonomi merupakan masalah mendasar yang terjadi disemua negara. Tentunya, beda Negara beda permasalahan pula. Contohnya pada Negara berkembang, Dia memiliki beberapa masalah yang sangat kompleks. Misalnya Standar hidup SDM yang rendah. Akibatnya, pendapatan nasional perkapita pun juga rendah. Ujung ujungnya berimbas pada tingkat kemiskinan yang semakin menjadi jadi. Dan hebatnya, ini terjadi di Negara Indonesia tercinta.
Pemerintah sibuk membuat UU dan kebijakan tentang keuangan negara. Para menteri sibuk mengatur keluar masuknya uang, inflasi, dll. Pihak kepolisian dan pengadilan sibuk mengurus tikus-tikus korupsi. Badan Pertanahan, bingung mengurus kepemilikan tanah. Alhasil, notaris pun kebanjiran job dan penggusuran terjadi dimana-mana. Kalau sudah begini, siapa yang memperhatikan rakyat kecil??? Sepertinya Pak SBY pun pening, bingung apa yang harus diselesaikan terlebih dulu.
Rakyat Indonesia, rakyat kecil maksud saya, bahasa kasarnya, orang-orang miskin, mereka terlampau pasrah dengan masalah-masalah ekonomi. Ngapain ngurus ekonomi Negara?? Ekonomi rumah tangga saja berantakan. Seharusnya pemerintah dan rakyat kalangan atas menengok kebawah, terjun untuk memahami masalah yang paling mendasar. Jangan seenaknya bangun rumah gedong, menggusur tempat tinggal orang. Beli mobil banyak lalu parkir di lapangan milik warga.
Eh, jangan menyalahkan pemerintah. Pemerintah sudah membangun rumah susun, memberi tunjangan pendidikan, asuransi kesehatan, dll.
Ya, pemerintah sudah melakukan itu semua. Tapi, apakah masalah ekonomi selesai?? Rumah susun ada, tapi rakyat tidak melirik sama sekali. Tunjangan pendidikan ada, tapi rakyat tidak memikirkan akan menyekolahkan anaknya. Asuransi kesehatan ada, tapi pelayanan untuk rakyat kecil pas-pasan.
Sudahlah, jangan menyalahkan pemerintah, urusannya panjang. Seharusnya kira sebagai mahasiswa mulai bergerak.
Kok mahasiswa yang harus bergerak??
Apa yang harus dilakukan Mahasiswa???
Mahasiswa, yang katanya berperan sebagai iron stock, social control, dan agent of change. Perlu disadari, mahasiswa adalah intelektual terdidik. Kaum muda dengan segala potensi memiliki kesempatan dan ruang untuk berada dalam lingkungan akademis yang disebut kampus.
Harapan besar menunggu kalangan terdidik ini menjadi penerus kepemimpinan bangsa, negara ini menunggu waktu untuk mereka urus, bukan merusuh. Sebagai kaum menengah ke atas, karena hanya lima persen saja dari masyarakat Indonesia yang merasakan sebagai mahasiswa, tidak seharusnya kelakuan urakan dan emosional mereka perturutkan.
Sebagai kaum terdidik yang hidup dalam komunitas masyarakat, Pertama, sebagai iron stock, yaitu mahasiswa diharapkan menjadi manusia tangguh yang memiliki kemampuan dan akhlak mulia yang dapat menggantikan generasi-generasi sebelumnya. Artinya mahasiswa merupakan aset, cadangan dan harapan bangsa.
Kedua, mahasiswa sebagai agent of change. Dimana mahasiswa sebagai agen dari suatu perubahan yang diharapkan dalam rangka kemajuan bangsa. Dilakukan dengan memperjuangkan hak-hak rakyat kecil dan miskin, mengembalikan nilai-nilai kebenaran yang diselewengkan oleh oknum-oknum elit. Dalam perubahan ini mahasiswa harus menjadi garda terdepan.
Ketiga, mahasiswa sebagai social control. Fungsi ini dilakukan terhadap penyimpangan yang dilakukan oleh penguasa negara.
Di ranah pendidikan, mahasiswa bisa memulai dari yang paling kecil. Memberantas buta huruf misalnya, mendirikan sekolah jalanan. Mudah saja, gerakkan hati dan pikiran, satukan semangat dan bulatkan tekad. Mahasiswa punya mulut kan? Dapat berbahasa Indonesia dengan baik kan? Dapat membuat proposal kan? Dengan modal itu, kita sebagai mahasiswa mendapatkan segalanya, mulai dari uang, lokasi, dan tenaga terdidik. Kaum muda yang intelek, biasanya memiliki banyak ide. Otaknya masih fresh. Apalagi yang berjiwa sosial tinggi.
Dan di dunia ekonomi. Awali dengan mendekatkan diri pada masyarakat. Pertama, ikutilah kemauan mereka. Ambil hatinya dan beri pengertian. Pengertian bahwa pendidikan itu penting untuk kemajuan bangsa. Kok pendidikan lagi yang diulas? Jangan salah, pendidikan adalah akar dari masalah ekonomi. Jika Sumber Daya Manusianya terdidik, maka Standar hidup SDM tinggi. Jika Standar hidup SDM tinggi, pendapatan nasional perkapita pun juga tinggi. Dan akhirnya, tingkat kemiskinan sedikit demi sedikit terhapuskan.
Kalau masalah, “Rumah susun ada, tapi rakyat tidak melirik sama sekali”. Kan sudah dikatakan diatas, mahasiswa punya mulut kan? Nah, dari situ kita bisa memberi mereka pengertian, sosialisasi, dan menjelaskan dampak-dampak positif jika mereka pindah ke rumah susun fasilitas dari pemerintah. Dengan kata lain, mereka dibujuk agar mau pindah.
Satu hal lagi, “Asuransi kesehatan ada, tapi pelayanan untuk rakyat kecil pas-pasan”. Sepertinya mahasiswa kurang banyak membantu mengenai hal ini. Kita hanya bisa menyumbang ide, tenaga, dan materi jika ada. Bersyukur tentunya, karena pemerintah memperhatikan kesehatan rakyatnya. Namun alangkah baiknya jika sarana ini terus diperbaiki.
Kata siapa mahasiswa cuma bisa demo?? Kita juga bisa mengubah yang negatif menjadi positif.
Itulah sebabnya mengapa Mahasiswa Harus Bergerak.


Peduli Masyarakat sekitar

Bersama Tokoh yang menginspirasi

Menyalurkan jiwa sosial kepada anak-anak

MAHASISWA


Oleh : Nuroida Ulfa Khusnul Fatimah
Read MoreMAHASISWA HARUS TETAP BERGERAK

NAMA BENDA DIGANTI DENGAN MEREK DAGANG

SPIDOL - merek filt pen
RINSO - merek deterjen
AQUA - air dalam kemasan
SANYO - mesin pompa air
WALKMAN - pemutar kaset portabel
HANDYCAM - perekam video
ODOL - pasta gigi
TIPEX - cairan untuk koreksi
STABILLO - pena pencerah jelas tulisan
SASA - merek vetsin atau MSG
***

Pembeli : Bu, beli Aqua botol 1
Penjual  : Yang apa nak?
Pembeli : Club aja deh bu.

Ada lagi,

Istri     : Pa, hidupkan sanyo ya! Mama mau cuci piring.
Suami  : Iya

Ada juga postingan di facebook (perhatikan kotak merah)
Wah wah.. ternyata masyarakat sekitar lebih akrab dengan merek dagangnya daripada nama benda yang sesungguhnya. Jika saja mereka terekam kamera televisi, akan terdengar bunyi *tiiiiittt* berkali-kali karena mereka menyebut merek dagang dari suatu benda yang dimaksud.

Mengapa hal demikian dapat terjadi?
Menurut saya, hal itu terjadi karena :

  1. Merek tersebut merupakan merek pertama dari produk benda yang dimaksud. (misal : Aqua adalah merek pertama dari air mineral)
  2. Kebanyakan dari masyarakat lebih percaya dengan barang-barang yang telah laku keras di pasaran.
  3. Saat merek itu keluar dan terpublikasi di telinga masyarakat, tak banyak produk lain yang menjadi daya saing.
  4. Merek tersebut mudah dijumpai di lingkungan sekitar. Dengan kata lain LARIS
Saya juga tak berlaku munafik, kerap kali saya mengucapkan SASA kepada penjual baso. Karena penjual baso tak mengerti saat saya mengucapkan "Tidak pakai MSG ya pak"

Terkadang, saat kita mengucapkan kebenaran, justru orang lain menertawakan dan mengolok-olok kita, "Dasar nora'. Bahasanya aneh". 
Misalnya saat saya mengucapkan, "Ada pemutar kaset portabel yang harganya dibawah Rp150.000,00?". Lantas penjual itu berkata, "Walkman mbak?"

Susahnya mengubah pola pikir masyarakat. 
BUKANKAH KITA HARUS BERUSAHA UNTUK BERBAHASA INDONESIA YANG BAIK DAN BENAR?

Oleh : Nuroida Ulfa Khusnul Fatimah
Read MoreNAMA BENDA DIGANTI DENGAN MEREK DAGANG
.