Pembangunan pendidikan di Indonesia telah menunjukkan
keberhasilan yang cukup besar. Wajib Belajar 6 tahun, yang didukung pembangunan
infrastruktur sekolah dan diteruskan dengan Wajib Belajar 9 tahun adalah
program sektor pendidikan yang diakui cukup sukses. Menurut Badan Pusat
Statistik, partisipasi sekolah dasar meningkat dari 41 persen pada tahun 1968
menjadi 94 persen pada tahun 1996, sedangkan partisipasi sekolah tingkat SMP
meningkat dari 62 persen tahun 1993 menjadi 80 persen tahun 2002
Tetapi
dibalik keberhasilan program-program tersebut, terdapat berbagai fenomena dalam
sektor pendidikan. Kasus tinggal kelas, terlambat masuk sekolah dasar dan
ketidakmampuan untuk meneruskan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi merupakan
hal yang cukup banyak menjadi sorotan di dunia pendidikan. Kasus putus sekolah
yang juga banyak terjadi terutama di daerah pedesaan menunjukkan bahwa
pendidikan belum banyak menjadi prioritas bagi orang tua. Rendahnya prioritas
tersebut antara lain dipicu oleh akses masyarakat terhadap pendidikan yang
masih relatif kecil, terutama bagi keluarga miskin yang tidak mampu membiayai
anak mereka untuk meneruskan sekolah ke jenjang lebih tinggi.
Selain
itu, ujian akhir sekolah dianggap tidak dapat menjadi ukuran kemampuan murid.
Tak dapat dipungkiri, soal ujian marak dijual. Dan tak jarang, para penjualnya
merupakan orang dalam, yang katanya sih oknum terpercaya yang
telah dikarantina secara ketat oleh pemerintah. Tapi kan mereka
juga manusia?? BUTUH DUIT. Percuma
saja diadakan ujian nasional, jika ujung-ujungnya CURANG.
Bahkan, Menurut Education For All Global Monitoring Report 2013 yang
dikeluarkan oleh UNESCO setiap tahunnya, pendidikan Indonesia berada di
peringkat ke-64 untuk pendidikan di seluruh dunia dari 120 negara. Sebuah
prestasi atau ironisasi?? Peringkat kok 64 Besar??
Ada lagi,
terdapat lebih dari 1,8 juta anak tiap tahun tidak dapat melanjutkan
pendidikan, disebabkan oleh tiga faktor, yaitu ekonomi, kerja usia dini
untuk mendukung keluarga dan pernikahan di usia dini. Parahnya, masih
ada beberapa rakyat yang buta huruf. Apa hanya ini fakta pendidikan Indonesia??
Sebenarnya tidak, sembunyikan saja dalam benak masing-masing, jangan terlalu
mempermalukan Indonesia. Toh, ini negaramu juga.
Ganti halaman,
ganti topik juga ya..
Sekarang
mari kita tengok perihal Ekonomi. Masalah ekonomi
merupakan masalah mendasar yang terjadi disemua negara. Tentunya, beda Negara
beda permasalahan pula. Contohnya pada Negara berkembang, Dia memiliki beberapa
masalah yang sangat kompleks. Misalnya Standar hidup SDM yang rendah.
Akibatnya, pendapatan nasional perkapita pun juga rendah. Ujung ujungnya
berimbas pada tingkat kemiskinan yang semakin menjadi jadi. Dan hebatnya, ini
terjadi di Negara Indonesia tercinta.
Pemerintah sibuk membuat UU dan kebijakan tentang
keuangan negara. Para menteri sibuk mengatur keluar masuknya uang, inflasi,
dll. Pihak kepolisian dan pengadilan sibuk mengurus tikus-tikus korupsi. Badan
Pertanahan, bingung mengurus kepemilikan tanah. Alhasil, notaris pun kebanjiran
job dan penggusuran terjadi dimana-mana. Kalau sudah begini, siapa yang
memperhatikan rakyat kecil??? Sepertinya Pak SBY pun pening, bingung
apa yang harus diselesaikan terlebih dulu.
Rakyat Indonesia, rakyat kecil maksud saya, bahasa
kasarnya, orang-orang miskin, mereka terlampau pasrah dengan
masalah-masalah ekonomi. Ngapain ngurus ekonomi Negara?? Ekonomi rumah
tangga saja berantakan. Seharusnya pemerintah dan rakyat kalangan atas
menengok kebawah, terjun untuk memahami masalah yang paling mendasar. Jangan
seenaknya bangun rumah gedong, menggusur tempat tinggal orang. Beli mobil
banyak lalu parkir di lapangan milik warga.
Eh, jangan menyalahkan
pemerintah. Pemerintah sudah membangun rumah susun, memberi tunjangan
pendidikan, asuransi kesehatan, dll.
Ya,
pemerintah sudah melakukan itu semua. Tapi, apakah masalah ekonomi selesai??
Rumah susun ada, tapi rakyat tidak melirik sama sekali. Tunjangan pendidikan
ada, tapi rakyat tidak memikirkan akan menyekolahkan anaknya. Asuransi
kesehatan ada, tapi pelayanan untuk rakyat kecil pas-pasan.
Sudahlah,
jangan menyalahkan pemerintah, urusannya panjang. Seharusnya kira sebagai
mahasiswa mulai bergerak.
Kok
mahasiswa yang harus bergerak??
Apa
yang harus dilakukan Mahasiswa???
Mahasiswa,
yang katanya berperan sebagai iron stock, social control, dan agent of change.
Perlu disadari, mahasiswa adalah intelektual terdidik. Kaum muda dengan segala
potensi memiliki kesempatan dan ruang untuk berada dalam lingkungan akademis
yang disebut kampus.
Harapan
besar menunggu kalangan terdidik ini menjadi penerus kepemimpinan bangsa,
negara ini menunggu waktu untuk mereka urus, bukan merusuh. Sebagai kaum
menengah ke atas, karena hanya lima persen saja dari masyarakat Indonesia yang
merasakan sebagai mahasiswa, tidak seharusnya kelakuan urakan dan emosional
mereka perturutkan.
Sebagai
kaum terdidik yang hidup dalam komunitas masyarakat, Pertama, sebagai iron
stock, yaitu mahasiswa diharapkan menjadi manusia tangguh yang memiliki
kemampuan dan akhlak mulia yang dapat menggantikan generasi-generasi
sebelumnya. Artinya mahasiswa merupakan aset, cadangan dan harapan bangsa.
Kedua,
mahasiswa sebagai agent of change. Dimana mahasiswa sebagai agen dari suatu
perubahan yang diharapkan dalam rangka kemajuan bangsa. Dilakukan dengan
memperjuangkan hak-hak rakyat kecil dan miskin, mengembalikan nilai-nilai
kebenaran yang diselewengkan oleh oknum-oknum elit. Dalam perubahan ini
mahasiswa harus menjadi garda terdepan.
Ketiga,
mahasiswa sebagai social control. Fungsi ini dilakukan terhadap penyimpangan
yang dilakukan oleh penguasa negara.
Di
ranah pendidikan, mahasiswa bisa memulai dari yang paling kecil. Memberantas buta
huruf misalnya, mendirikan sekolah jalanan. Mudah saja, gerakkan hati dan
pikiran, satukan semangat dan bulatkan tekad. Mahasiswa punya mulut kan? Dapat
berbahasa Indonesia dengan baik kan? Dapat membuat proposal kan? Dengan modal
itu, kita sebagai mahasiswa mendapatkan segalanya, mulai dari uang, lokasi, dan
tenaga terdidik. Kaum muda yang intelek, biasanya memiliki banyak ide. Otaknya
masih fresh. Apalagi yang berjiwa sosial tinggi.
Dan di
dunia ekonomi. Awali dengan mendekatkan diri pada masyarakat. Pertama, ikutilah
kemauan mereka. Ambil hatinya dan beri pengertian. Pengertian bahwa pendidikan
itu penting untuk kemajuan bangsa. Kok pendidikan lagi yang diulas?
Jangan salah, pendidikan adalah akar dari masalah ekonomi. Jika Sumber Daya
Manusianya terdidik, maka Standar hidup SDM tinggi. Jika Standar hidup SDM
tinggi, pendapatan
nasional perkapita pun juga tinggi. Dan akhirnya, tingkat kemiskinan sedikit
demi sedikit terhapuskan.
Kalau
masalah, “Rumah susun ada, tapi rakyat tidak melirik sama sekali”. Kan sudah
dikatakan diatas, mahasiswa punya mulut kan? Nah, dari situ kita bisa memberi
mereka pengertian, sosialisasi, dan menjelaskan dampak-dampak positif jika
mereka pindah ke rumah susun fasilitas dari pemerintah. Dengan kata lain,
mereka dibujuk agar mau pindah.
Satu hal
lagi, “Asuransi kesehatan ada, tapi pelayanan untuk rakyat kecil pas-pasan”.
Sepertinya mahasiswa kurang banyak membantu mengenai hal ini. Kita hanya bisa
menyumbang ide, tenaga, dan materi jika ada. Bersyukur tentunya, karena
pemerintah memperhatikan kesehatan rakyatnya. Namun alangkah baiknya jika sarana
ini terus diperbaiki.
Kata siapa mahasiswa
cuma bisa demo?? Kita juga bisa mengubah yang negatif menjadi positif.
Itulah sebabnya mengapa
Mahasiswa Harus Bergerak.
Peduli Masyarakat sekitar
Bersama Tokoh yang menginspirasi
Menyalurkan jiwa sosial kepada anak-anak
MAHASISWA
Oleh : Nuroida Ulfa Khusnul Fatimah