SETELAH MEMBACA, JANGAN LUPA BERKOMENTAR DAN FOLLOW

Sabtu, 15 Maret 2014

MAHASISWA HARUS TETAP BERGERAK

Pembangunan pendidikan di Indonesia telah menunjukkan keberhasilan yang cukup besar. Wajib Belajar 6 tahun, yang didukung pembangunan infrastruktur sekolah dan diteruskan dengan Wajib Belajar 9 tahun adalah program sektor pendidikan yang diakui cukup sukses. Menurut Badan Pusat Statistik, partisipasi sekolah dasar meningkat dari 41 persen pada tahun 1968 menjadi 94 persen pada tahun 1996, sedangkan partisipasi sekolah tingkat SMP meningkat dari 62 persen tahun 1993 menjadi 80 persen tahun 2002
Tetapi dibalik keberhasilan program-program tersebut, terdapat berbagai fenomena dalam sektor pendidikan. Kasus tinggal kelas, terlambat masuk sekolah dasar dan ketidakmampuan untuk meneruskan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi merupakan hal yang cukup banyak menjadi sorotan di dunia pendidikan. Kasus putus sekolah yang juga banyak terjadi terutama di daerah pedesaan menunjukkan bahwa pendidikan belum banyak menjadi prioritas bagi orang tua. Rendahnya prioritas tersebut antara lain dipicu oleh akses masyarakat terhadap pendidikan yang masih relatif kecil, terutama bagi keluarga miskin yang tidak mampu membiayai anak mereka untuk meneruskan sekolah ke jenjang lebih tinggi. 
Selain itu, ujian akhir sekolah dianggap tidak dapat menjadi ukuran kemampuan murid. Tak dapat dipungkiri, soal ujian marak dijual. Dan tak jarang, para penjualnya merupakan orang dalam, yang katanya sih oknum terpercaya yang telah dikarantina secara ketat oleh pemerintah. Tapi kan mereka juga manusia?? BUTUH DUIT.  Percuma saja diadakan ujian nasional, jika ujung-ujungnya CURANG.
Bahkan, Menurut Education For All Global Monitoring Report 2013 yang dikeluarkan oleh UNESCO setiap tahunnya, pendidikan Indonesia berada di peringkat ke-64 untuk pendidikan di seluruh dunia dari 120 negara. Sebuah prestasi atau ironisasi?? Peringkat kok 64 Besar??
Ada lagi, terdapat lebih dari 1,8 juta anak tiap tahun tidak dapat melanjutkan pendidikan, disebabkan oleh tiga faktor, yaitu ekonomi, kerja usia dini untuk mendukung keluarga dan pernikahan di usia dini. Parahnya, masih ada beberapa rakyat yang buta huruf. Apa hanya ini fakta pendidikan Indonesia?? Sebenarnya tidak, sembunyikan saja dalam benak masing-masing, jangan terlalu mempermalukan Indonesia. Toh, ini negaramu juga.

Ganti halaman, ganti topik juga ya..
Sekarang mari kita tengok perihal Ekonomi. Masalah ekonomi merupakan masalah mendasar yang terjadi disemua negara. Tentunya, beda Negara beda permasalahan pula. Contohnya pada Negara berkembang, Dia memiliki beberapa masalah yang sangat kompleks. Misalnya Standar hidup SDM yang rendah. Akibatnya, pendapatan nasional perkapita pun juga rendah. Ujung ujungnya berimbas pada tingkat kemiskinan yang semakin menjadi jadi. Dan hebatnya, ini terjadi di Negara Indonesia tercinta.
Pemerintah sibuk membuat UU dan kebijakan tentang keuangan negara. Para menteri sibuk mengatur keluar masuknya uang, inflasi, dll. Pihak kepolisian dan pengadilan sibuk mengurus tikus-tikus korupsi. Badan Pertanahan, bingung mengurus kepemilikan tanah. Alhasil, notaris pun kebanjiran job dan penggusuran terjadi dimana-mana. Kalau sudah begini, siapa yang memperhatikan rakyat kecil??? Sepertinya Pak SBY pun pening, bingung apa yang harus diselesaikan terlebih dulu.
Rakyat Indonesia, rakyat kecil maksud saya, bahasa kasarnya, orang-orang miskin, mereka terlampau pasrah dengan masalah-masalah ekonomi. Ngapain ngurus ekonomi Negara?? Ekonomi rumah tangga saja berantakan. Seharusnya pemerintah dan rakyat kalangan atas menengok kebawah, terjun untuk memahami masalah yang paling mendasar. Jangan seenaknya bangun rumah gedong, menggusur tempat tinggal orang. Beli mobil banyak lalu parkir di lapangan milik warga.
Eh, jangan menyalahkan pemerintah. Pemerintah sudah membangun rumah susun, memberi tunjangan pendidikan, asuransi kesehatan, dll.
Ya, pemerintah sudah melakukan itu semua. Tapi, apakah masalah ekonomi selesai?? Rumah susun ada, tapi rakyat tidak melirik sama sekali. Tunjangan pendidikan ada, tapi rakyat tidak memikirkan akan menyekolahkan anaknya. Asuransi kesehatan ada, tapi pelayanan untuk rakyat kecil pas-pasan.
Sudahlah, jangan menyalahkan pemerintah, urusannya panjang. Seharusnya kira sebagai mahasiswa mulai bergerak.
Kok mahasiswa yang harus bergerak??
Apa yang harus dilakukan Mahasiswa???
Mahasiswa, yang katanya berperan sebagai iron stock, social control, dan agent of change. Perlu disadari, mahasiswa adalah intelektual terdidik. Kaum muda dengan segala potensi memiliki kesempatan dan ruang untuk berada dalam lingkungan akademis yang disebut kampus.
Harapan besar menunggu kalangan terdidik ini menjadi penerus kepemimpinan bangsa, negara ini menunggu waktu untuk mereka urus, bukan merusuh. Sebagai kaum menengah ke atas, karena hanya lima persen saja dari masyarakat Indonesia yang merasakan sebagai mahasiswa, tidak seharusnya kelakuan urakan dan emosional mereka perturutkan.
Sebagai kaum terdidik yang hidup dalam komunitas masyarakat, Pertama, sebagai iron stock, yaitu mahasiswa diharapkan menjadi manusia tangguh yang memiliki kemampuan dan akhlak mulia yang dapat menggantikan generasi-generasi sebelumnya. Artinya mahasiswa merupakan aset, cadangan dan harapan bangsa.
Kedua, mahasiswa sebagai agent of change. Dimana mahasiswa sebagai agen dari suatu perubahan yang diharapkan dalam rangka kemajuan bangsa. Dilakukan dengan memperjuangkan hak-hak rakyat kecil dan miskin, mengembalikan nilai-nilai kebenaran yang diselewengkan oleh oknum-oknum elit. Dalam perubahan ini mahasiswa harus menjadi garda terdepan.
Ketiga, mahasiswa sebagai social control. Fungsi ini dilakukan terhadap penyimpangan yang dilakukan oleh penguasa negara.
Di ranah pendidikan, mahasiswa bisa memulai dari yang paling kecil. Memberantas buta huruf misalnya, mendirikan sekolah jalanan. Mudah saja, gerakkan hati dan pikiran, satukan semangat dan bulatkan tekad. Mahasiswa punya mulut kan? Dapat berbahasa Indonesia dengan baik kan? Dapat membuat proposal kan? Dengan modal itu, kita sebagai mahasiswa mendapatkan segalanya, mulai dari uang, lokasi, dan tenaga terdidik. Kaum muda yang intelek, biasanya memiliki banyak ide. Otaknya masih fresh. Apalagi yang berjiwa sosial tinggi.
Dan di dunia ekonomi. Awali dengan mendekatkan diri pada masyarakat. Pertama, ikutilah kemauan mereka. Ambil hatinya dan beri pengertian. Pengertian bahwa pendidikan itu penting untuk kemajuan bangsa. Kok pendidikan lagi yang diulas? Jangan salah, pendidikan adalah akar dari masalah ekonomi. Jika Sumber Daya Manusianya terdidik, maka Standar hidup SDM tinggi. Jika Standar hidup SDM tinggi, pendapatan nasional perkapita pun juga tinggi. Dan akhirnya, tingkat kemiskinan sedikit demi sedikit terhapuskan.
Kalau masalah, “Rumah susun ada, tapi rakyat tidak melirik sama sekali”. Kan sudah dikatakan diatas, mahasiswa punya mulut kan? Nah, dari situ kita bisa memberi mereka pengertian, sosialisasi, dan menjelaskan dampak-dampak positif jika mereka pindah ke rumah susun fasilitas dari pemerintah. Dengan kata lain, mereka dibujuk agar mau pindah.
Satu hal lagi, “Asuransi kesehatan ada, tapi pelayanan untuk rakyat kecil pas-pasan”. Sepertinya mahasiswa kurang banyak membantu mengenai hal ini. Kita hanya bisa menyumbang ide, tenaga, dan materi jika ada. Bersyukur tentunya, karena pemerintah memperhatikan kesehatan rakyatnya. Namun alangkah baiknya jika sarana ini terus diperbaiki.
Kata siapa mahasiswa cuma bisa demo?? Kita juga bisa mengubah yang negatif menjadi positif.
Itulah sebabnya mengapa Mahasiswa Harus Bergerak.


Peduli Masyarakat sekitar

Bersama Tokoh yang menginspirasi

Menyalurkan jiwa sosial kepada anak-anak

MAHASISWA


Oleh : Nuroida Ulfa Khusnul Fatimah
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

.