Dengan penuh beban pikiran dia berjalan menuju jendela dan
menyentuh permukaannya. Di hatinya hanya terpikir. ‘Kapan aku sembuh dari sakit
ini?’.
Seumur hidup, tak pernah terbayang cobaan ini hadir
menghiasi langkah. Memberi sedikit kekecewaan dan segores warna suram. “Karena
nila setitik, rusak susu sebelanga”, begitu ucapnya kesal. Tak bisa kejernihan
itu hadir kembali. Tak bisa berpikir logis seperti dulu lagi. Pikirannya kacau
bagai diobrak-abrik cakar ayam.
Sadarkah, semua ini menjadi beban berat baginya, apalagi,
sebelumnya dia seorang periang tanpa perasa pahit disenyumnya. Mungkin memang
saatnya masa-masa kelam direngkuh. Raganya boleh tercipta untuk kesedihan dan
kepedihan. Tapi jiwanya, tak akan ditakdirkan untuk menangis. Perih, bahkan
penyesalan.
Beberapa nasihat telah ia dapatkan,
“Lakukan saja apa yang seharusnya kamu lakukan, dan jangan
lupa berdoa karena sesungguhnya Allah Maha Penolong. Dan bukannya semakin kuat
seseorang, semakin berat pula cobaannya?”
“Sudahlah, istigfar. Sesungguhnya keputusasaan hanya akan
menambah masalah.”
“Kamu diberi cobaan seperti ini karena Allah tahu kamu
berada di lingkungan yang tepat. Di lingkungan yang penuh dengan orang-orang
seindah malaikat.”
“Sabarlah, ini bukan akhir segalanya. Setidaknya kamu bisa
berjanji lebih baik dari yang lain jika tak bisa berjanji untuk sembuh.”
“Aku tahu aku tahu, kamu pasti merasakan lebih parah dari
aku. Tapi jangan coba sekali-kali bilang menyerah. Aku masih ada di
sampingmu. Aku janji akan selalu ada untukmu.”
“Hei, jangan sedih berlarut-larut. Tidak ada gunanya, toh
masalahmu tak dapat selesai dengan menangis. Mending kamu senyum. Aku
rindu senyummu yang dulu selalu ada.”
Dia hanya terdiam mendengar semua celotehan itu. Sepertinya,
hanya hembus angin yang sanggup mengerti kembang kempis nafasnya. Suasana
beberapa hari ini sangat berbeda. Aura wajahnya tak lagi dihiasi senyum, namun
dibangun dengan dua anak sungai yang menutupi tawanya. Dia sakit, dia
menginginkan kesembuhan. Hanya terdengar nada penyesalan dan amarah dari indera
pengecapnya itu.
“Ya Tuhan, apa salah dan dosanya? Apakah ia manusia yang
sangat buruk hingga seluruh masalah seakan Kau tumpahkan padanya? Apakah ia
insanMu yang begitu kuat hingga Kau anugerahkan ujian seindah jagad rayamu ini?
Apa Kau terlanjur memilih dan menyayanginya hingga Kau selalu ingin merebut
perhatiannya agar ia tak lupa padamu?
Hanya Engkau yang tahu.
(Peduli Kanker Indonesia)
Oleh : Nuroida Ulfa Khusnul Fatimah