SETELAH MEMBACA, JANGAN LUPA BERKOMENTAR DAN FOLLOW

Minggu, 16 Maret 2014

Sebuah Cerita Penuh Luka

Dengan penuh beban pikiran dia berjalan menuju jendela dan menyentuh permukaannya. Di hatinya hanya terpikir. ‘Kapan aku sembuh dari sakit ini?’.
Seumur hidup, tak pernah terbayang cobaan ini hadir menghiasi langkah. Memberi sedikit kekecewaan dan segores warna suram. “Karena nila setitik, rusak susu sebelanga”, begitu ucapnya kesal. Tak bisa kejernihan itu hadir kembali. Tak bisa berpikir logis seperti dulu lagi. Pikirannya kacau bagai diobrak-abrik cakar ayam.
Sadarkah, semua ini menjadi beban berat baginya, apalagi, sebelumnya dia seorang periang tanpa perasa pahit disenyumnya. Mungkin memang saatnya masa-masa kelam direngkuh. Raganya boleh tercipta untuk kesedihan dan kepedihan. Tapi jiwanya, tak akan ditakdirkan untuk menangis. Perih, bahkan penyesalan.
Beberapa nasihat telah ia dapatkan,
“Lakukan saja apa yang seharusnya kamu lakukan, dan jangan lupa berdoa karena sesungguhnya Allah Maha Penolong. Dan bukannya semakin kuat seseorang, semakin berat pula cobaannya?”
“Sudahlah, istigfar. Sesungguhnya keputusasaan hanya akan menambah masalah.”
“Kamu diberi cobaan seperti ini karena Allah tahu kamu berada di lingkungan yang tepat. Di lingkungan yang penuh dengan orang-orang seindah malaikat.”
“Sabarlah, ini bukan akhir segalanya. Setidaknya kamu bisa berjanji lebih baik dari yang lain jika tak bisa berjanji untuk sembuh.”
“Aku tahu aku tahu, kamu pasti merasakan lebih parah dari aku. Tapi jangan coba sekali-kali bilang menyerah. Aku masih ada di sampingmu. Aku janji akan selalu ada untukmu.”
“Hei, jangan sedih berlarut-larut. Tidak ada gunanya, toh masalahmu tak dapat selesai dengan menangis. Mending kamu senyum. Aku rindu senyummu yang dulu selalu ada.”
Dia hanya terdiam mendengar semua celotehan itu. Sepertinya, hanya hembus angin yang sanggup mengerti kembang kempis nafasnya. Suasana beberapa hari ini sangat berbeda. Aura wajahnya tak lagi dihiasi senyum, namun dibangun dengan dua anak sungai yang menutupi tawanya. Dia sakit, dia menginginkan kesembuhan. Hanya terdengar nada penyesalan dan amarah dari indera pengecapnya itu.
“Ya Tuhan, apa salah dan dosanya? Apakah ia manusia yang sangat buruk hingga seluruh masalah seakan Kau tumpahkan padanya? Apakah ia insanMu yang begitu kuat hingga Kau anugerahkan ujian seindah jagad rayamu ini? Apa Kau terlanjur memilih dan menyayanginya hingga Kau selalu ingin merebut perhatiannya agar ia tak lupa padamu?
Hanya Engkau yang tahu.

(Peduli Kanker Indonesia)

Oleh : Nuroida Ulfa Khusnul Fatimah
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

.